Selasa, 21 Januari 2014

Puisi-puisi Sufi Rabi’ah al-Adawiyah

I Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu Cinta digenggam walau apapun terjadi Tatkala terputus, ia sambung seperti mula Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga Menikmati pertemuan indah dan abadi Tapi tak jarang bertemu neraka Dalam pertarungan yang tiada berpantai II Aku mencintai-Mu dengan dua cinta Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir Hingga Engkau ku lihat Baik untuk ini maupun untuk itu Pujian bukanlah bagiku Bagi-Mu pujian untuk semua itu III Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip Manusia terlena dalam buai tidur lelap Pintu pintu istana pun telah rapat Tuhanku, demikian malam pun berlalau Dan inilah siang datang menjelang Aku menjadi resah gelisah Apakah persembahan malamku, Engkau terima Hingga aku berhak mereguk bahagia Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka, Demi kemahakuasaan-Mu Inilah yang akan selalau ku lakukan Selama Kau beri aku kehidupan Demi kemanusian-Mu, Andai Kau usir aku dari pintu-Mu Aku tak akan pergi berlalu Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu IV Ya Allah, apa pun yang akan Engkau Karuniakan kepadaku di dunia ini, Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu Dan apa pun yang akan Engkau Karuniakan kepadaku di akhirat nanti, Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku V Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut neraka Bukan pula karena mengharap masuk surga Tetapi aku mengabdi, Karena cintaku pada-Nya Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku VI Alangkah buruknya, Orang yang menyembah Allah Lantaran mengharap surga Dan ingin diselamatkan dari api neraka Seandainya surga dan neraka tak ada Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya? Aku menyembah Allah Lantaran mengharap ridha-Nya Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya Sudah cukup menggerakkan hatiku Untuk menyembah-Mu VII Sulit menjelaskan apa hakikat cinta Ia kerinduan dari gambaran perasaan Hanya orang yang merasakan dan mengetahui Bagaimana mungkin Engkau dapat menggambarkan Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang dari hadapan-Nya, walau ujudmu Masih ada karena hatimu gembira yang Membuat lidahmu kelu VIII Andai cintaku Di sisimu sesuai dengan apa Yang kulihat dalam mimpi Berarti umurku telah terlewati Tanpa sedikit pun memberi makna IX Tuhan, semua yang aku dengar di alam raya ini, dari ciptaan-Mu Kicauan burung, desiran dedaunan Gemericik air pancuran Senandung burung tekukur Sepoian angin, gelegar guruh Dan kilat yang berkejaran Kini Aku pahami sebagai pertanda Atas keagungan-Mu Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu dan Sebagai kabar berita bagi manusia Bahwa tak satu pun ada Yang menandingi dan menyekutui-Mu X Bekalku memang masih sedikit Sedang aku belum melihat tujuanku Apakah aku meratapi nasibku Karena bekalku yang masih kurang Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh Apakah Engkau akan membakarku O, tujuan hidupku Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu Kepada siapa lagi aku mengadu? XI Ya Allah Semua jerih payahku Dan semua hasratku di antara segala kesenangan-kesenangan Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan Adalah untuk berjumpa dengan-Mu Begitu halnya dengan diriku Seperti yang telah Kau katakan Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki XII Ya Tuhan, lenganku telah patah Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala yang telah menimpaku Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar Namun aku masih bertanya-tanya Dan mencari-cari jawabannya Apakah Engkau ridha akan aku Ya, Ya Allah O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku XIII Ya Allah Aku berlindung pada Engkau Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau Dan dari setiap hambatan Yang akan menghalangi Engkau Dari aku XIV Ya Illahi Rabbi Malam telah berlalu Dan siang datang menghampiri Oh andaikan malam selalu datang Tentu aku akan bahagia Demi keagungan-Mu Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu Aku akan tetap menanti di depannya Karena hatiku telah terpaut pada-Mu XV Tuhanku Tenggelamkan diriku ke dalam lautan Keikhlasan mencintai-M Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku Selain berdzikir kepada-Mu sumber : http://sprahatini.blogspot.com/2013/03/puisi-puisi-sufi-rabiah-al-adawiyah.html

Rabu, 13 Juli 2011

bulan sya'ban


Saturday, 12 Juli 2011 21:42
Sya’ban adalah nama bulan. Dinamakan Sya’ban karena orang-orang Arab pada bulan tersebut yatasya’abun (berpencar) untuk mencari sumber air. Dikatakan demikian juga karena mereka tasya’ub (berpisah-pisah/terpencar) di gua-gua. Dan dikatakan sebagai bulan Sya’ban juga karena bulan tersebut sya’aba (muncul) di antara dua bulan Rajab dan Ramadhan. Jamaknya adalah Sya’abanaat dan Sya’aabiin.

Shaum di bulan Sya’ban
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1833, Muslim No. 1956). Dan dalam riwayat Muslim No.1957 : ”Adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berpuasa pada bulan Sya’ban semuanya. Dan sedikit sekali beliau tidak berpuasa di bulan Sya’ban.”

Sebagian ulama di antaranya Ibnul Mubarak dan selainnya telah merajihkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak pernah penyempurnakan puasa bulan Sya’ban akan tetapi beliau banyak berpuasa di dalamnya. Pendapat ini didukung dengan riwayat pada Shahih Muslim No. 1954 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata: “Saya tidak mengetahui beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan.” Dan dalam riwayat Muslim juga No. 1955 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “ Saya tidak pernah melihatnya puasa satu bulan penuh semenjak beliau menetap di Madinah kecuali bulan Ramadhan.” Dan dalam Shahihain dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berpuasa asatu bulan penuh selain Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1971 dan Muslim No.1157). Dan Ibnu Abbas membenci untuk berpuasa satu bulan penuh selain Ramadhan. Berkata Ibnu Hajar: Shaum beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam pada bulan Sya’ban sebagai puasa sunnah lebih banyak dari pada puasanya di selain bulan Sya’ban. Dan beliau puasa untuk mengagungkan bulan Sya’ban.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasanmu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya suka untuk diangkat amalan saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i, lihat Shahih Targhib wat Tarhib hlm. 425). Dan dalam sebuah riwayat dari Abu Dawud No. 2076, dia berkata: “Bulan yang paling dicintai Rasulullah untuk berpuasa padanya adalah Sya’ban kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.” Dishahihkan oleh Al-Albani, lihat Shahih Sunan Abi Dawud 2/461.

Berkata Ibnu Rajab: Puasa bulan Sya’ban lebih utama dari puasa pada bulan haram. Dan amalan sunah yang paling utama adalah yang dekat dengan Ramadhan sebelum dan sesudahnya. Kedudukan puasa Sya’ban diantara puasa yang lain sama dengan kedudukan shalat sunah rawatib terhadap shalat fardhu sebelum dan sesudahnya, yakni sebagai penyempurna kekurangan pada yang wajib. Demikian pula puasa sebelum dan sesudah Ramadhan. Maka oleh karena sunah-sunah rawatib lebih utama dari sunah muthlaq dalam shalat maka demikian juga puasa sebelum dan sesudah Ramadhan lebih utama dari puasa yang jauh darinya.

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam: “Sya’ban bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan”, menunjukkan bahwa ketika bulan ini diapit oleh dua bulan yang agung –bulan haram dan bulan puasa- manusia sibuk dengan kedua bulan tersebut sehingga lalai dari bulan Sya’ban. Dan banyak di antara manusia mengganggap bahwa puasa Rajab lebih utama dari puasa Sya’ban karena Rajab merupakan bulan haram, padahal tidak demikian. Dalam hadits tadi terdapat isyarat pula bahwa sebagian yang telah masyhur keutamaannya baik itu waktu, tempat ataupun orang bisa jadi yang selainnya lebih utama darinya.

Dalam hadits itu pula terdapat dalil disunahkannya menghidupkan waktu-waktu yang manusia lalai darinya dengan ketaatan. Sebagaimana sebagian salaf, mereka menyukai menghidupkan antara Maghrib dan ‘Isya dengan shalat dan mereka mengatakan saat itu adalah waktu lalainya manusia. Dan yang seperti ini di antaranya disukainya dzikir kepada Allah ta’ala di pasar karena itu merupakan dzikir di tempat kelalaian di antara orang-orang yang lalai. Dan menghidupkan waktu-waktu yang manusia lalai darinya dengan ketaatan punya beberapa faedah, di antaranya:
Menjadikan amalan yang dilakukan tersembunyi. Dan menyembunyikan serta merahasiakan amalan sunah adalah lebih utama, terlebih-lebih puasa karena merupakan rahasia antara hamba dengan rabbnya. Oleh karena itu maka dikatakan bahwa padanya tidak ada riya’. Sebagian salaf mereka berpuasa bertahun-tahun tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Mereka keluar dari rumahnya menuju pasar dengan membekal dua potong roti kemudian keduanya disedekahkan dan dia sendiri berpuasa. Maka keluarganya mengira bahwa dia telah memakannya dan orang-orang di pasar menyangka bahwa dia telah memakannya di rumahnya. Dan salaf menyukai untuk menampakkan hal-hal yang bisa menyembunyikan puasanya.

Dari Ibnu Mas’ud dia berkata: “Jika kalian akan berpuasa maka berminyaklah (memoles bibirnya dengan minyak agar tidak terkesan sedang berpuasa).” Berkata Qatadah: “Disunahkan bagi orang yang berpuasa untuk berminyak sampai hilang darinya kesan sedang berpuasa.”

Demikian juga bahwa amalan shalih pada waktu lalai itu lebih berat bagi jiwa. Dan di antara sebab keutamaan suatu amalan adalah kesulitannya/beratnya terhadap jiwa karena amalan apabila banyak orang yang melakukannya maka akan menjadi mudah, dan apabila banyak yang melalaikannya akan menjadi berat bagi orang yang terjaga. Dalam shahih Muslim No. 2948 dari hadits Ma’qal bin Yassar: “Ibadah ketika harj sepeti hijarah kepadaku.” Yakni ketika terjadinya fitnah, karena manusia mengikuti hawa nafsunya sehingga orang yang berpegang teguh akan melaksanakan amalan dengan sulit/berat.

Ahli ilmu telah berselisih pendapat tentang sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban ke dalam beberapa perkataan:

1. Beliau disibukkan dari puasa tiga hari setiap bulan karena safar atau hal lainnya. Maka beliau mengumpulkannya dan mengqadha’nya (menunaikannya) pada bulan Sya’ban. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam apabila mengamalkan suatu amalan sunah maka beliau menetapkannya dan apabila terlewat maka beliau mengqadha’nya.

2.Dikatakan bahwa istri-istri beliau membayar hutang puasa Ramadhannya pada bulan Sya’ban sehingga beliaupun ikut berpuasa karenanya. Dan ini berkebalikan dengan apa yang datang dari ‘Aisyah bahwa dia mengakhirkan untuk membayar hutang puasanya sampai bulan Sya’ban karena sibuk (melayani) Rasulullah.
3.Dan dikatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berpuasa karena pada bulan itu manusia lalai darinya. Dan pendapat ini yang lebih kuat karena adanya hadits Usamah yang telah disebutkan tadi yang tercantum di dalamnya: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan.” (HR. Nasa’i. Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib hlm. 425).

Dan adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam apabila masuk bulan Sya’ban sementara masih tersisa puasa sunah yang belum dilakukannnya, maka beliau mengqadha’nya pada bulan tersebut sehingga sempurnalah puasa sunah beliau sebelum masuk Ramadhan –sebagaiman halnya apabila beliau terlewat sunah-sunah shalat atau shalat malam maka beliau mengqadha’nya-. Dengan demikian ‘Aisyah waktu itu mengumpulkan qadha’nya dengan puasa sunahnya beliau. Maka ‘Aisyah mengqadha’ apa yang wajib baginya dari bulan Ramadhan karena dia berbuka lantaran haid dan pada bulan-bulan lain dia sibuk (melayani) Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Maka wajib untuk diperhatikan dan sebagai peringatan bagi orang yang masih punya utang puasa Ramadhan sebelumnya untuk membayarnya sebelum masuk Ramadhan berikutnya. Dan tidak boleh mengakhirkan sampai setelah Ramadhan berikutnya kecuali karena dharurat, misalnya udzur yang terus berlanjut sampai dua Ramadhan. Maka barang siapa yang mampu untuk mengqadha’ sebelum Ramadhan tetapi tidak melakukannya maka wajib bagi dia di samping mengqadha’nya setelah bertaubat sebelumnya untuk memberi makan orang-orang miskin setiap hari, dan ini adala perkataannya Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad.

Demikian juga termasuk faedah dari puasa di bulan Sya’ban adalah bahwa puasa ini merupakan latihan untuk puasa Ramadhan agar tidak mengalami kesulitan dan berat pada saatnya nanti. Bahkan akan terbiasa sehingga bisa memasuki Ramadhan dalam keadaan kuat dan bersemangat.

Dan oleh karena Sya’ban itu merupakan pendahuluan bagi Ramadhan maka di sana ada pula amalan-amalan yang ada pada bulan Ramadhan seperti puasa, membaca Al-Qur’an, dan shadaqah. Berkata Salamah bin Suhail: “Telah dikatakan bahwa bulan Sya’ban itu merupakan bulannya para qurra’ (pembaca Al-Qur’an).” Dan adalah Habib bin Abi Tsabit apabila masuk bulan Sya’ban dia berkata: “Inilah bulannya para qurra’.” Dan ‘Amr bin Qais Al-Mula’i apabila masuk bulan Sya’ban dia menutup tokonya dan meluangkan waktu (khusus) untuk membaca Al-Qur’an.

Puasa pada Akhir bulan Sya’ban
Telah tsabit dalam Shahihain dari ‘Imran bin Hushain bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda: “Apakah engkau berpuasa pada sarar (akhir) bulan ini?” Dia berkata: “Tidak.” Maka beliau bersabda: “Apabila engkau berbuka maka puasalah dua hari.” Dan dalam riwayat Bukhari: “Saya kira yang dimaksud adalah bulan Ramadhan.” Sementara dalam riwayat Muslim: “Apakah engkau puasa pada sarar (akhir) bulan Sya’ban?” (HR. Bukhari 4/200 dan Muslim No. 1161).

Telah terjadi ikhtilaf dalam penafsiran kata sarar dalam hadits ini, dan yang masyhur maknanya adalah akhir bulan. Dan dikatakan sararusy syahr dengan mengkasrahkan sin atau memfathahkannya dan memfathahkannya ini yang lebih benar. Akhir bulan dinamakn sarar karena istisrarnya bulan (yakni tersembunyinya bulan).

Apabila seseorang berkata, telah tsabit dalam Shahihain dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa salla, beliau bersabda: “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka puasalah.” (HR. Bukhari No. 1983 dan Muslim No. 1082), maka bagimana kita mengkompromikan hadits anjuran berpuasa (Hadits ‘Imran bin Hushain tadi) dengan hadits larangan ini?

Berkata kebanyakan ulama dan para pensyarah hadits: Sesungguhnya orang yang ditanya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ini telah diketahui oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bahwa dia ini terbiasa berpuasa atau karena dia punya nadzar sehingga diperintahkan untuk membayarnya.

Dan dikatakan bahwa dalam masalah ini ada pendapat lain, dan ringkasnya bahwa puasa di akhir bulan Sya’ban ada pada tiga keadaan:

1.Berpuasa dengan niat puasa Ramadhan sebagai bentuk kehati-hatian barangkali sudah masuk bulan Ramadhan. Puasa seperti ini hukumnya haram.

2.Berpuasa dengan niat nadzar atau mengqadha’ Ramadhan yang lalu atau membayar kafarah atau yang lainnya. Jumhur ulama membolehkan yang demikian.

3.Berpuasa dengan niat puasa sunah biasa. Kelompok yang mengharuskan adanya pemisah antara Sya’ban dan Ramadhan dengan berbuka membenci hal yang demikian, di antaranya adalah Hasan Al-Bashri –meskipun sudah terbiasa berpuasa- akan tetapi Malik memberikan rukhsah (keringanan) bagi orang yang sudah terbiasa berpuasa. Asy-Syafi’i, Al-Auzai’, dan Ahmad serta selainnya memisahkan antara orang yang terbiasa dengan yang tidak.
Secara keseluruhan hadits Abu Hurairah tadilah yang digunakan oleh kebanyakan ulama. Yakni dibencinya mendahului Ramadhan dengan puasa sunah sehari atau dua hari bagi orang yang tidak punya kebiasaan berpuasa, dan tidak pula mendahuluinya dengan puasa pada bulan Sya’ban yang terus-menerus bersambung sampai akhir bulan.

Apabila seseorang berkata, kenapa puasa sebelum Ramadhan secara langsung ini dibenci (bagi orang-orang yang tidak punya kebiasaan berpuasa sebelumnya)? Jawabnya adalah karena dua hal:

Pertama: agar tidak menambah puasa Ramadhan pada waktu yang bukan termasuk Ramadhan, sebagaimana dilarangnya puasa pada hari raya karena alasan ini, sebagai langkah hati-hati/peringatan dari apa yang terjadi pada ahli kitab dengan puasa mereka yaitu mereka menambah-nambah puasa mereka berdasarkan pendapat dan hawa nafsu mereka. Atas dasar ini maka dilaranglah puasa pada yaumusy syak (hari yang diragukan). Berkata Umar: Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Dan hari syak adalah hari yang diragukan padanya apakah termasuk Ramadhan atau bukan yang disebabkan karena adanya khabar tentang telah dilihatnya hilal Ramadhan tetapi khabar ini ditolak. Adapun yaumul ghaim (hari yang mendung sehingga tidak bisa dilihat apakah hilal sudah muncul atau belum maka di antara ulama ada yang menjadikannya sebagai hari syak dan terlarang berpuasaa padanya. Dan ini adalah perkataaan kebanyakan ulama.

Kedua: Membedakan antara puasa sunah dan wajib. Sesungguhnya membedakan antara fardlu dan sunah adalah disyariatkan. Oleh karenanya diharamkanlah puasa pada hari raya (untuk membedakan antara puasa Ramadhan yang wajib dengan puasa pada bulan Syawwal yang sunnah). Dan Rasulullah melarang untuk menyambung shalat wajib dengan dengan shalat sunah sampai dipisahkan oleh salam atau pembicaraan. Terlebih-lebih shalat sunah qabliyah Fajr (Shubuh) maka disyari’atkan untuk dipisahkan/dibedakan dengan shalat wajib. Karenanya disyariatkan untuk dilakukan di rumah serta berbaring-baring sesaat sesudahnya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika melihat ada yang sedang shalat qabliyah kemudian qamat dikumandangkan, beliau berkata kepadanya: “Apakah shalat shubuh itu empat rakaat?” (HR. Bukhari No.663).
Barangkali sebagian orang yang jahil mengira bahwasanya berbuka (tidak berpuasa) sebelum Ramadhan dimaksudkan agar bisa memenuhi semua keinginan (memuaskan nafsu) dalam hal makanan sebelum datangnya larangan dengan puasa. Ini adalah salah/keliru dan merupakan kejahilan dari orang yang berparasangka seperti itu. Wallahu ta’ala a’lam.

Maraji’: Lathaaiful Ma’arif fi ma Limawasimil ‘Aami minal Wadhaaif, Ibnu Rajab Al-Hambali.
Al-Ilmam bi Syai’in min Ahkamish Shiyam, ‘Abdul ‘Aziz Ar-Rajihi.

(Diterjemahkan dari artikel berjudul Haula Syahri Sya’ban di www.islam-qa.com oleh Abu Abdurrahman Umar Munawwir)

sumber : http://www.perpustakaan-islam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=255:seputar-bulan-syaban&catid=39:fikih

Sabtu, 25 Juni 2011

HUKUM MENIKAH DALAM ISLAM



Posted on Juni 24, 2011 by kang doel

HIKMAH DAN HUKUM NIKAH

Oleh: Abu Hamzah Ibnu Qomari


Hikmah Syariat Nikah

1. Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:

ayat1.jpg

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

ayat2.jpg

“Barangsiapa memberi karena Allah, menahan kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahkan karena Allah maka ia telah menyempurnakan iman.” (HR. Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dg syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh adz Dzahabi)

ayat3.jpg

“Barangsiapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya.” (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)

Kisah:

Al Ghazali bercerita tentang sebagian ulama, katanya:”Di awal keinginan saya (meniti jalan akhirat), saya dikalahkan oleh syahwat yang amat berat, maka saya banyak menjerit kepada Allah. Sayapun bermimpi dilihat oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu ingin agar syahwat yang kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu? Saya jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu memukulkan ke leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya syahwat, maka aku tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit syahwat. Kemduian hal itu datang lagi dan sangat hebat, maka saya melihat seseorang berbicara pasa saya antara dada saya dan samping saya, dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu meminta kepada Allah untuk menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka menghilangkannya! Nikahlah!” Maka sayapun menikah dan hilanglah godaan itu dariku. Akhirnya saya mendapatkan keturunan.” (Faidhul Qadir VI/103 no.8591)

3. Nikah adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

ayat41.jpg

“Jika datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)

4. Pernikahan adalah lingkungan baik yang mengantarkan kepada eratnya hubungan keluarga, dan saling menukar kasih sayang di tengah masyarakat. Menikah dalam Islam bukan hanya menikahnya dua insan, melainkan dua keluarga besar.

5. Pernikahan adalah sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak, memperbanyak keturunan dengan nasab yang terjaga, sebagaimana yang Allah pilihkan untuk para kekasih-Nya:

ayat5.jpg

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. ar Ra’d:38

6. Pernikahan adalah cara terbaik untuk melampiaskan naluri seksual dan memuaskan syahwat dengan penuh ketenangan.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

ayat6.jpg

“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan (menggoda) dan membelakangi dalam rupa setan, maka apabila salah seorang kamu melihat seorang wanita yang menakjubkannya hendaklah mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)

7. Pernikahan memenuhi naluri kebapakan dan keibuan, yang akan berkembang dengan adanya anak.

8. Dalam pernikahan ada ketenangan, kedamaian, kebersihan, kesehatan, kesucian dan kebahagiaan, yang diidamkan oleh setiap insan.

Hukum Nikah

Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat dibagi menjadi lima:

1. Disunnahkan bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah.

Karena Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nkah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yangb tidak mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

ayat7.jpg

“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)

Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterumu.” (HR. Muslim)

2. Wajib bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak, sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah baginya adalah wajib.

3. Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).

Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.

4. Haram nikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah sama sekali.

Haram berpoligami bagi yang menyangka dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.

5. Makruh menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.

Dikutip dari Majalah Qiblati Edisi 05 tahun II/ 1428H

Rabu, 23 Maret 2011

informasi tagihan listrik, telpon, dan speedy

belakangan ini saya banyak mengamati bagaimana keaadaan masyarakat di desa yang kurang memaximalakan sarana yang ada, seperti halnya melihat tagihan listrik, speedy dan telpon, ketika menginjak awal bulan mereka banyak yang bertanya " berapa tagihanlistrik/telpon/ dan speedy ku ku bulan ini, padahal mereka sekarang banyak yang mempunyai sarana seperti Hp yang sudah da GPRS nya minimalnya yang bisa untuk melihat informasi tersebut berikut ini adalah link yang bisa dibuat untukmelihat informasi tagihan tersebut.
untuk tagihan telkom/speedy/flexy bisa anda lihat di sini: http://infobill.telkom.co.id/index.php?time=1300925444

sedangkan untuk listrik bisa dilihat disini strik : http://202.162.217.251/info_billing/index.php LAYANAN i-SMS 8123 Ketik : PLN[spasi]ON[spasi]
demikian informasi yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat untuk saudara-saudaraku..

Selasa, 14 Desember 2010

Sejarah dan Keutamaan Bulan Muharrom


10 Muharram Antara Sejarah Dan Keutamaannya

Oleh : Sofyan Effendi A 1. Sejarah Tahun Baru Islam Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. “Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36) Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang. Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (Syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Muharram adalah bulan pertama dalam hitungan kalender Islam, atau lebih terkenal dengan "tahun Hijriah". Berbeda dengan tahun Masehi yang dihitung berdasarkan perputaran Bumi terhadap Matahari, tahun Hijrian dihitung berdasarkan perputaran Bulan terhadap Bumi. Satu bulan terdiri atas 29 atau 30 hari, dan satu tahun terdiri atas 12 bulan. Sesuai dengan namanya, Hijriyah yang berarti hijrah atau berpindah, hitungan "1" kalender Islam dimulai ketika Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Ini bertepatan pada hari Jumat 16 Juli 622 Masehi - Usia Rasul saat itu sekitar 53 tahun. Rasulullah hijrah sesuai dengan perintah Allah, yang salah satu analisisnya adalah menyelamatkan kaum muslimin dari siksaan kaum kafir di kota Makkah. Sebelumnya, sebagian besar kaum muslimin sudah hijrah terlebih dahulu dan tidak mendapatkan rintangan dari kaum kafir - kelak mereka disebut kaum Muhajirin, yaitu kaum yang hijrah. Di dalam rombongan itu tedapat Umar bin Khatab r.a., yang dengan lantang dan gagahnya berkata, "Ini Umar hendak hijrah, siapa yang ingin istrinya menjanda dan anaknya yatim karena ingin menghalangi Umar silakan maju!" Penggunaan sistem perhitungan Islam belum dilakukan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Juga tidak dilakukan di masa khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Secara singkat sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab ra. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah nabi sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam. Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Zulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian. Sehingga yang dijadikan titik acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi SAW. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat beliau dan Abu Bakar hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban, atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulan Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram. Penting untuk dicatat disini adalah pilihan para shahabat menjadikan peristiwa hijrah nabi sebagai titik tolak awal perhitungan kalender Islam. Mengapa bukan berdasarkan tahun kelahiran Nabi SAW? Mengapa bukan berdasarkan tahun beliau diangkat menjadi Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun Al-Qur’an turun pertama kali? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya perang Badar? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya pembebasan kota Mekkah? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada’ (perpisahan) dan mengapa bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah SAW? Jawabannya adalah karena peristiwa hijrah itu menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia international. Keutamaan 10 Muharram Bagi orang Syiah 10 Muharram adalah peristiwa yang tidak dapat mereka lupakan dan mereka menganggap sebagai hari agung yang wajib diperingati setiap tahunnya, tanggal 10 Muharram 61 H atau tanggal 10 Oktober 680 merupakan hari pertempuran Karbala yang terjadi di Karbala, Iraq sekarang. Pertempuran ini terjadi antara pasukan Bani Hasyim yang dipimpin oleh Husain bin Ali beranggotakan sekitar 70-an orang melawan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah saat itu. Pada hari itu hampir semua pasukan Husain bin Ali, termasuk Husain-nya sendiri syahid terbunuh, kecuali pihak perempuan, serta anak Husain yang sakit bernama Ali bin Husain. Kemudian oleh Ibnu Ziyad mereka dibawa menghadap Khalifah di Damaskus, dan kemudian yang selamat dikembalikan ke Madinah. Sebelum Islam datang, Hari Asyura sudah menjadi hari peringatan dimana beberapa orang Mekkah biasanya melakukan puasa. Ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, ia mengetahui bahwa Yahudi di daerah tersebut berpuasa pada hari Asyura - bisa jadi saat itu merupakan hari besar Yahudi Yom Kippur . Saat itu, Muhammad menyatakan bahwa Muslim dapat berpuasa pada hari-hari itu. Asyura merupakan peringatan hal-hal di bawah ini dimana Muslim, khususnya Sunni percaya terjadi pada tanggal 10 Muharram. · Bebasnya Nabi Nuh dan ummatnya dari banjir besar. · Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrudz. · Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemua dengan Nabi Yusuf pada hari asyura. · Nabi Musa selamat dari pasukan Fir'aun · Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal. Sahabat bertanya; Ya, Rasulullah, Allah telah melebihkan hari Assyuuraa' dari lain-lain hari. Jawab Rasulullah: Benar!. · Allah telah menjadikan langit dan bumi pada hari Assyuuraa'. · dan menjadikan Adam juga Hawa pada hari Assyuuraa'; · dan menjadikan Syurga serta memasukkan Adam di syurga pada hari Assyuuraa'; · dan Allah menyelamatkan dari api neraka pada hari Assyuuraa'; · dan menenggelamkan Fir'aun pada hari Assyuuraa'; · dan menyembuhkan bala Nabi Ayyub pada hari Assyuuraa' · dan Allah memberi taubat kepada Adam pada hari Assyuuraa'; · dan diampunkan dosa Nabi Daud pada hari Assyuuraa'; · dan juga kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman pada hari Assyuuraa'; · dan akan terjadi Qiyamat pada hari Assyuuraa' Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah berkata; Hari Assyuuraa' ialah hari diterimanya taubatnya Nabi Adam. Dan hari itu pula hari turunnya Nabi Nuh dari perahunya. Maka ia berpuasa syukur; dan ia pula hari tenggelamnya Fir'aun dan terbelahnya laut bagi Nabi Musa a.s. dan Bani Israil. Maka mereka berpuasa; kerana itu jika dapat; engkau berpuasalah pada hari Assyuuraa'. Dinamakan Assyuuraa' kerana ia jatuh pada sepuluh bulan Muharram. Ada lain pendapat yang mengatakan hari Assyuuraa' kerana Allah telah memuliakan pada Nabi-nabi dengan sepuluh kehormatan; 1. Allah telah menerima taubat Nabi Adam a.s. 2. Allah menaikkan darjat Nabi Idris a.s. 3. Hari berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s. 4. Nabi Ibrahim a.s dilahirkan pada hari Assyuuraa' dan diangkatkan sebagai kholilulLah juga diselamatkan dari api. 5. Allah menerima taubat Nabi Daud a.s. 6. Allah mengangkat Nabi Isa a.s. ke langit 7. Allah menyelamatkan Nabi Musa a.s. 8. Allah menenggelamkan Fir'aun 9. Allah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan 10. Allah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s. Semua ini terjadi pada hari Assyuuraa' . Sebahagian lain berpendapat, dinamakan hari Assyuuraa' kerana ia kesepuluh dari kemulian-kemulian yang diberikan Allah pada umat ini. Pada bulan ini juga tepatnya, tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah SAW menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah SWT. Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah jadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda: “Dari Ibu Abbas ra, bahwa Nabi SAW, ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. Daripada mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa”. (HR. Bukhari) Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, ketika Nabi s.a.w. tiba di Madinah, Baginda melihat orang yahudi berpuasa pada hari asyura. Nabi pun bertanya, "Hari apa ini ?". Jawab mereka, "Hari ini ialah hari yang baik. Pada hari ini Allah melepaskan Bani Israil dari musuh mereka, kerana itu Nabi Musa berpuasa kerananya". Sabda Nabi, "Aku lebih berhak daripada kamu dengan Musa". Oleh itu Nabi berpuasa dan menyuruh orang lain berpuasa pada hari asyura.(Sahih Bukhari) Rasulullah s.a.w. bersabda; "Berpuasa kamu pada hari ke sembilan dan sepuluh Muharam dan jangan meniru cara orang-orang Yahudi." - Riwayat Al Baihaqi Selain keutamaan demi keutamaan yang telah disebutkan di atas, mungkin disebagian masyarakat lazim dan mengenal istilah bulannya yatim, yaitu menyelenggarakan sebuah acara dimana mereka memberikan santunan kepada para anak yatim di hari yang telah ditentukan dalam setiap tahun baru muharram, yaitu antara 9 dan 10 Muharram setiap tahunnya. Ada kesan lain yang patut disoroti dari perayaan tahun baru anak yatim diwajibkannya untuk memuliakan anak yatim, menanggung kehidupannya, menyayanginya, dan segala amal kebaikan yang menyenangi anak Yatim maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti dalam hadist sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dari jalan Abu Hurairah, dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “ Orang yang menanggung anak yatim baik anak yatim itu ada hubungan famili maupun tidak, maka saya dan orang yang menanggungnya seperti dua jari ini di dalam surga.”, Malik bin Anas perawi hadist itu mengatakan, Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. Terhadap anak yatim pula kita sebagai muslim dilarang menghardiknya (QS. Adh Dhuha (93) : 9), dan dalil-dalil lainnya yang memiliki kaitannya dengan muamalah terhadap anak yatim. Abul-Laits Asssamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi SAW. bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa' yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah, dan 10, 000 orang mati syahid; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa', maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat. Dan barangsiapa yang memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa', maka seoleh-oleh memberi buka puasa semua umat Muhammad SAW. dan mengenyangkan perut mereka”. Tentu kita tidak akan melewatkan kesempatan demi kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk mencari kebaikan sebanyak-banyaknya dari bulan Muharram ini, termasuk memuliakan anak yatim sebagai wujud kepedulian sosial kita kepada anak yatim, dan tentu hendaknya bukan hanya pada bulan Muharram saja kita peduli pada mereka, dibulan-bulan berikutnya selayaknya kita tetap menyantuni anak-anak yang tak mampu, karena apalah artinya kita mengagung-agungkan bulan Muharram sebagai bulan yatim tapi ketika Muharram habis, kita tidak memperdulikan dan bersikap acuh serta seolah-oleh tutup telinga terhadap mereka.

Rabu, 21 Juli 2010

keutamaan bulan sya'ban

Tiga Bulan yang Mulia ---> Amalan Bulan Sya'ban
Posted by Dina on Sep 4, '05 1:14 PM for everyone

Beberapa hadis Rasulullah Muhammad SAWW:

“Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulannya umatku. Siapa yang berpuasa satu hari di bulan Rajab, Allah akan memberinya surga dan dia akan dijauhkan dari kemarahan Allah, dan akan ditutup baginya pintu neraka.”

“Sesungguhnya Sya’ban adalah bulanku, siapa yang berpuasa sehari dalam bulan itu, maka surga baginya.”

“Siapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta pada Rasulullah dan taqarrub ilal-Lah (keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah), dan keinginan untuk mendekatkan diri pada kemuliaan bulan ini, pada hari akhir nanti, dia akan dikaruniai surga.”

Menurut saya (yang sangat awam ini), sepertinya hikmah dari seruan Rasul agar kita berpuasa (dan melakukan berbagai amalan) pada dua bulan menjelang Ramadhan ini adalah untuk mempersiapkan jiwa manusia ketika bertemu dengan bulan Ramadhan. Bila kita sudah ‘latihan’ secara maksimal di dua bulan sebelumnya, insya Allah, kita akan menjalani bulan Ramadhan dengan stamina fisik dan ruh yang prima.

Sayang sekali, bulan Rajab udah lewat. Saya tidak terpikir bikin jurnal seperti ini pada bulan Rajab, karena terus-terang, bulan itu saya lewati dengan sia-sia, sibuk dengan urusan duniawiah melulu Sekarang, saya terinspirasi setelah baca jurnalnya Mbak Lea. Berikut ini, saya akan sarikan beberapa amalan bulan Sya’ban dari kitab Mafatihul Jinan (Kunci-Kunci Surga)-- ini yang saya tulis tidak lengkap, saya pilih yang rada enteng2 aja.

1. Setiap hari mengucapkan istighfar sebanyak 70 kali (astaghfirullaahal-ladzi laa ilaaha illal-Lah, huwar-rahmaanur-rahiim, al hayyul-qayyum, wa atuubu ilaih).

2. Setiap hari Kamis di bulan Sya’ban: sholat dua rakaat, tiap rakaat baca Al Fatihah dan 100 kali Al-Ikhlas. Selesai salam, baca sholawat (Allhumma sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad) sebanyak 100 kali.

Pahala: Allah akan mengabulkan hajat (permohonan/doa) kita dan akan mengabulkan puasa yang kita lakukan di bulan Sya’ban ini.

3. Puasa 3 hari dalam bulan Sya'ban dan di malam harinya (setelah siangnya berpuasa) sholat sunnah sebanyak 11 rakaat (kayak sholat tahajud, 5 kali sholat--masing2 dua rokaat, ditambah satu rokaat witir), masing-masing baca Al Fatihah 1 kali dan Al Ikhlas 11 kali. Hari yang paling afdhal untuk puasa: hari pertama dan ketiga di bulan Sya’ban.

4. Malam ke-13: disunnahkan untuk sholat dua rokaat, masing2 baca Al Fatihah dan surat Yasin, Al Mulk, Al Ikhlas (kalau tidak hapal, ya kita sholat sambil pegang Quran atau letakkan Quran di atas meja di samping kita).

5. Malam ke-14: sholat yg no. 6 di atas dilakukan 2 kali (jadi keseluruhan ada 4 rokaat)

6. Malam ke-15: sholat yg no. 6 di atas dilakukan 3 kali (jadi keseluruhan ada 3 rokaat)

Barangsiapa yang melakukan amalan ini (no. 6,7,8), dia akan memperoleh keutamaan dari ketiga bulan mulia itu (jadi, ini amalan untuk bulan Rajab-Sya’ban-Ramadhan) dan Allah akan mengampuni seluruh dosanya kecuali dosa syirik/menyekutukan Tuhan

7. Sore hari ke-14 (berarti, menyambut malam ke-15), disunnahkan mandi (kayak mandi wajib itu loh, rambut juga dicuci), lalu sepanjang malam disunnahkan untuk sholat sunnah, baca Quran, dan zikir.

Salah satu zikir yang dianjurkan untuk dibaca pada malam ke-15: subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wal-Lahu akbar (sebanyak 100 kali)

Catatan: ini kan amalan sunnah, jadi, bisa dilakukan semampu kita. Misalnya, amalan no.6, kalau terasa berat, ya sudah, baca Al Ikhlas aja. Soal pahala biarlah urusan Allah. Yang jelas niatkan untuk mendekatkan diri pada Allah dan Rasul-Nya, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal ibadah kita. Yang penting, kita sudah berusaha menyiapkan mental dan fisik untuk menjalani bulan Ramadhan.

Tips: buat kaum perempuan (kata ustadzah di pengajian RT-ku) bisa sekalian dimanfaatkan untuk puasa qadha (jadi, niatnya sekalian untuk bayar utang puasa di tahun lalu)…sambil menyelam minum air

Diterjemahkan dari Buku Mafaatihul Jinan, terbitan Beirut thn 1998, karya Syeikh Abbas Qummi (1290-1349 H).

Kamis, 17 Juni 2010

MA yafalah 97/98

assalamualaikum poro sedulur ,
khususnya alumni MTs YAFALAH 94/95 dan MA YAFALAH 97/98 tak terasa sudah 14 tahun berlalu kita berpisah untuk menentukan jalan tuk menggapai cita** luhur , alhamdulillah sampai saat ini sekolah kita yang tercinta masih tetap tegar bertahan meskipun disekelilingnya terdapat banyak sekolah yang lebih maju, tak lupa salam ta'dzim kami kepada dewan asatidz yang masih aktif atau yang tidak aktif yang telah memberikan segalanya untuk kami, kiranya tak patut klo kita bertanya " apa yang telah diberikan yafalah untuk kita" tapi sebaliknya kita harus intropeksi diri kita "apa yang telah kita berikan kepada yafalah, yang telah menggembleng kita selama bertahun** untuk menjadi hamba yang 'anfau linnas, minimalnya untuk kita sendiri dan keluarga"
maka dengan ini kami mengajak para alumni untuk menjalin silaturrahmi serta menitipkan putra-putrinya di sekolah kita tercinta,
konco** MA '98
doel 3G, munip , ali mashar, alfy, faiz, zaky, yuli, satomy, fajar, dadi , muchit, t4rmuji, anas, ipul(pedro), ta5puji, puji(tungu), muna, yi khanif, lek ikin(carik), misbah, munir, jiy3m, dik any n rony, imroah, eko sun, d4rmudi, roeykn, munir hkim, hery, nasir, aris, qibtyah, anton, zamil, sronto, wiwik (almh), eko sugih, tain ltak, noerhdi, subkan, khozyn, n smuanya tnp terkecuali..........,
maaf bg yg blm dsbtin...
kpan da reuni lagi......
by: doel 3G